Oleh karena itu Goenawan Mohamad dalam pernyataan persnya mengaku tidak akan membiarkan kekerasan dan kesewenang-wenangan semacam itu merajalela. Sebab hal itu akan membawa Indonesia pada anarkhisme hukum rimba. Ia juga mengecam upaya-upaya untuk membungkam perbedaan pendapat di dalam bidang pemikiran dan keagamaan.
Selasa, 6 September Komunitas Utan Kayu mengadakan Konferensi Pers di Kedai Tempo, Utan Kayu Jakarta Timur. Konferensi diadakan untuk menyikapi tuntutan sekelompok warga Utan Kayu yang mengatasnamakan Forum Umat Islam Utan Kayu untuk mengusir Jaringan Islam Liberal (JIL) dari Utan Kayu. Peristiwa itu terjadi Minggu malam, 4 September yang lalu ketika massa yang berjumlah kurang lebih 30-an orang mendatangi Komunitas Utan Kayu. Mereka membawa spanduk yang bertuliskan “Kami Mendukung Fatwa MUI dan Mendesak Muspika Matraman untuk Mengusir JIL dan antek-anteknya”, “JIL Haram, Darah Ulil Halal”, dan lain-lain. Selain membentangkan spanduk dan poster, mereka juga meneriakkan takbir dan yel-yel yang membenci JIL.
Konferensi yang dihadiri oleh beberapa aktivis pro demokrasi ini menolak segala bentuk aksi kekerasan yang dilakukan siapapun dan kelompok apapun untuk melawan kebebasan berpikir dan berekspresi dengan mengatasnamakan agama. Pernyataan sikap JIL dan Komunitas Utan Kayu tersebut dibacakan oleh Goenawan Mohamad, pendiri Komunitas Utan Kayu, didampingi oleh Camat Matraman, Khairil Astapradja, Syamsu Alam, Ketua RW 05, Saiful Mujani, Ketua Yayasan Jaringan Islam Liberal, dan Pramono, intelektual muda Muhammadiyah.
Selain membacakan pernyataan sikap, Goenawan Mohamad juga menjelaskan sejarah berdirinya Komunitas Utan Kayu. Menurutnya, KUK didirikan untuk menjunjung tinggi kebebasan berpikir dan berekspresi yang dipasung oleh Orde Baru. Setiap orang harus mendapatkan kebebasan dan rasa aman dalam mengekspresikan sikap dan pikirannya, termasuk juga dalam menjalankan keyakinannya. Oleh karena itu dengan cukup tegas KUK menolak segala bentuk pemasungan kebebasan tersebut dengan dalih apapun. Sikap ini juga didukung oleh Camat Matraman, Khairil Astapradja dan Ketua RW 05 Utan Kayu Utara.
Khairil selaku Camat Matraman sangat menyayangkan sikap sekelompok orang yang mendatangi kantor JIL. Dia tidak ingin warga membuat keonaran dan mengganggu ketenangan warga. Oleh karena itu beliau menghimbau pada kelompok yang tidak setuju dengan JIL agar melakukan dialog dengan sopan. “Bukan mendemo dan mengkeroyok atau melakukan tindak kekerasan”, tandas Camat.
Sementara itu Saiful Mujani sebagai ketua Yayasan Kajian Islam Utan Kayu sengaja meminta maaf kepada warga dengan adanya kasus ini. Ia dengan merendah menjelaskan keberadaan JIL yang tidak ingin membuat keonaran apalagi mengajarkan kekerasan. Menurutnya, JIL berdiri mengemban visi pembebasan umat Islam dari belenggu doktrin agama yang dogmatis. “Kita ingin Islam tidak diidentikkan dengan kemunduran dan kejumudan. Kita harus menggunakan akal kita untuk mengembangkan pemikiran agama yang dinamis”, papar Mujani.
Sikap semacam ini disadari oleh Mujani banyak menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan umat. Tetapi sikap JIL sudah sangat tegas, yaitu menghargai perbedaan pendapat dan melayaninya dengan dialog. “MUI boleh tidak setuju dengan JIL, kita juga boleh tidak setuju dengan MUI, tetapi JIL tidak pernah mengajarkan kepada siapapun untuk melarang atau merusak MUI” tandas Mujani lebih lanjut.
Menurut Mujani JIL hanya ingin berdiskusi dan berpikir. “Kalau diskusi dan berpikir saja tidak boleh, lalu akan menjadi apa bangsa ini?” tanya Mujani dengan nada heran. Diakui oleh Mujani keberanian kelompok tertentu untuk menentang kebebasan berpikir akhir-akhir ini banyak dipengaruhi oleh fatwa MUI. Fatwa yang pada hakikatnya dalam terminologi fiqh sebagai sebuah pendapat relatif untuk menyikapi realitas sosial keagamaan, dianggap sebagai kebenaran absolut sebagaimana teks Alquran. Akibatnya orang lain bukan saja tidak boleh berbeda atau menolak fatwa, tapi mereka juga dihakimi telah melanggar agama.
Pandangan seperti ini banyak diyakini oleh kelompok-kelompok ekstrem Islam kota yang sekarang sedang marak, seperti Front Pembela Islam (FPI) atau Forum Umat Islam (FUI). Oleh karenanya tidak heran jika mereka dengan sangat getol melawan JIL dan kelompok-kelompok lain yang secara berani menentang fatwa tersebut.
JIL dan kelompok moderat Islam yang lain pada hakikatnya tidak keberatan dengan sikap mereka yang menentang pandangan-pandangan JIL. Akan tetapi upaya mereka untuk menyingkirkan JIL dan kelompok-kelompok Islam moderat lainnya dengan kekerasan dirasa telah mengganggu kebebasan berekspresi yang telah dijamin oleh negara. Oleh karena itu Goenawan Mohamad dalam pernyataan persnya mengaku tidak akan membiarkan kekerasan dan kesewenang-wenangan semacam itu merajalela. Sebab hal itu akan membawa Indonesia pada anarkhisme hukum rimba. Ia juga mengecam upaya-upaya untuk membungkam perbedaan pendapat di dalam bidang pemikiran dan keagamaan.
Untuk mengatasi kebrutalan itu baik Goenawan maupun Mujani mengaharapkan para aparatur negara untuk bersikap netral dan menjaga tertib hukum seperti yang diamanatkan oleh konstitusi. Karena kelompok garis keras itu akhir-akhir ini telah berusaha merambah untuk menekan para aparatur negara. Hal itu terbukti ketika kelompok yang menyerang JIL awal minggu lalu juga berusaha mendesak MUSPIKA (Musyawarah Pimpinan Kecamatan) untuk membubarkan JIL.
***
Pasca demonstrasi pembubaran JIL, kelompok FUI Utan Kayu yang mengatasnamakan jamaah masjid Almuslimun menggelar rapat dengan pihak MUSPIKA Matraman. Mereka menekan agar MUSPIKA segera mengusir JIL dari Utan Kayu. Rapat yang diadakan di ruangan masjid Almuslimun itu dihadiri oleh ratusan warga dan simpatisan serta wartawan dari berbagai media.
Jamaah masjid Almuslimun menganggap JIL telah meresahkan warga Utan Kayu. Alasannya, JIL dengan gagasan-gagasan liberalnya telah menodai akidah Islam dan menganggap Alquran sebagai khayalan Muhammad. Rapat yang berlangsung cukup alot itu akhirnya menyepakati untuk memeriksa legalitas keberadaan JIL di Utan Kayu. Mereka meragukan JIL mempunyai ijin tinggal resmi di Utan Kayu. Ijin tinggal itu harus ditunjukkan oleh JIL sebelum masuk bulan Ramadhan. Bahkan karena desakan para peserta pertemuan, pihak Muspika akhirnya menjanjikan untuk meneliti legalitas keberadaan JIL esok harinya, bersama dengan dua orang perwakilan Masjid Almuslimun, Ustad Syafruddin Tanjung dan Ustad Imam Pambudi.
***
Konsisten dengan janjinya, esoknya pihak Muspika mendatangi markas JIL di Utan Kayu untuk membuktikan legalitas JIL secara hukum. Dengan diwakili pengacara, MH. Sinaga, Nong Darol Mahmada, dan Novriantoni, JIL menunjukkan berkas-berkas hukumnya. Berkas tersebut terdiri dari foto copy akte notaris pendirian yayasan JIL, foto copy domisili yayasan JIL, foto copy NPWP dan surat keterangan terdaftar di kantor pajak, dan foto copy SK Menteri Kehakiman dan HAM. Namun proses itu tidak disaksikan oleh perwakilan jamaah Almuslimun, sebagai pihak yang menuntut pembuktian itu, karena sampai sore ditunggu mereka ternyata tidak hadir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar