Tempat bunga entah pantas disebut vas. Tagore malang melumpuhkan kaki sendiri setelah perjalanan malamnya. Berkacak pinggang memelototi rembulan yang dia bilang seperti tatapan kekasihnya. Ia membanting tubuh di atas tumpukan jerami mengamati pelampiasan mendung. Tagore kuyup bermandi cahaya. Dalam masa yang paling lambat, sebuah fatamorgana, slow motion tarian kekasihnya. Menarik-ulur matanya nanar. Diguncang-guncangkan kepala dengan pukulan tangan. Ia lihat Jatayu gagah merebahkan sayap, seakan menunggu untuk mengantarkan Tagore mencari Sintanya...
>>> Lanjutkan membaca
Aku akan terus hidup memandangmu karena ku tau kau menontonku sambil melahap pop cornsampai berbusa-busa. Bukankah ini fiktif yang nyata bagimu. Cerita ini berakar sejak terlintas aku dalam bayangan pikiranmu. Dan aku benar-benar terberi dengan segala karakter yang kau kehendaki. Kau tak terlalu naif mengakui kehebatan mencitrakan diriku dan ketokohanku. Kau super tokoh yang menelan kaleng-kaleng soft drink tanpa basa-basi. Kau katakan dirimu surga, kau bilang dirimu juga neraka. Tapi aku tetap membuntuti semua yang kau sembunyikan. Hingga kata ‘rahasia’ sungguh hanya sia-sia.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtWEYWAtZFEe-fsiHrdbPufwGXSnrID0UmUKkHig5n7bHklhG40mTj86OUKTbeQAdkLBgBhfFmuEDddMBDxl9ZxdqtCenYsSSjtXLxHmJzA3Q91h6lp92XFzZ2JFxnNgH1SVv9FoEBIyk/s1600/392878_2029743721810_509519576_a.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar