Senin, 30 September 2013

Bila cahaya adalah kegelapan yang sesungguhnya,
Bila gelap menjadi cermin sebagai cahaya sejatinya,
Bila cahaya di atas cahaya menggelapkan seluruh mata,
Bila mata berkegelapan memandang cahaya dan kegelapan sama,
Maka tiada lagi petunjuk selain pada kesesatan cahaya..
 


Kau tak terbit hari ini
Bukan keluguan mendung atau keangkuhan angin
Tapi guyuran buatmu tergelincir lelumutan
Pusara saga tertelan renyai di pagi* [1]pertamamu.,


“Matahari lebam di dadaku, dihantam pukulan semacam rindu.”
____________________________



“Hatiku kupetak jadi dua, satu kubangun masjid satunya lagi kudirikan istana megah,
Jika kaumasuk istana,, masjidku makin megah,
Jika kaubersemayam di masjid, istanaku dihuni makhluk-makhluk bertuah,
Bertempatlah di mana saja, terserah!”



 
“Wanita-wanita itu tanamkan tebu ampas laman dadaku yang kawah
ditebasi sendiri menyepahnya ruas di tong hatiku yang sampah
sisa rebusnya mendedah kalapku yang didih
dan aku lumer terpilin buih yang tindih.”

 

“Kidung yang kaukirim bersama angin semilir. Pada siapa ia akan
 

Kenapa rintik ini menyayat-nyayat, tangis rinduku?,
Padahal sudah kupersembahkan pelangi yang paling haus di tapak batu,
Langkahku,
Tandasku,
Menitis jejak membekas,
Semangatku,
Yakinku,
Meretas jalan meski terjal yang tak kutahu,
Namun, jika rintik itu ingin hapus pelangiku,
Hingga aku sadar menapaki batu-batu..?
Bilakah begitu?

Lanjut Ke >>>BAG IV

Tidak ada komentar: