Bila cahaya adalah kegelapan yang sesungguhnya,
Bila gelap menjadi cermin sebagai cahaya sejatinya,
Bila cahaya di atas cahaya menggelapkan seluruh mata,
Bila mata berkegelapan memandang cahaya dan kegelapan
sama,
Maka tiada lagi petunjuk selain pada kesesatan cahaya..
Kau tak terbit
hari ini
Bukan keluguan mendung atau keangkuhan angin
Tapi guyuran
buatmu tergelincir lelumutan
Pusara saga tertelan renyai di pagi* [1]pertamamu.,
“Matahari lebam di dadaku, dihantam pukulan
semacam rindu.”
____________________________
“Hatiku kupetak jadi dua, satu kubangun masjid satunya
lagi kudirikan istana megah,
Jika kaumasuk istana,, masjidku makin megah,
Jika kaubersemayam di masjid, istanaku dihuni
makhluk-makhluk bertuah,
Bertempatlah di mana saja, terserah!”
“Wanita-wanita itu
tanamkan tebu ampas laman dadaku yang kawah
ditebasi sendiri
menyepahnya ruas di tong hatiku yang sampah
sisa rebusnya
mendedah kalapku yang didih
dan aku lumer
terpilin buih yang tindih.”
“Kidung yang kaukirim bersama angin semilir. Pada siapa ia akan
Kenapa rintik ini menyayat-nyayat, tangis rinduku?,
Padahal sudah kupersembahkan pelangi yang paling haus di
tapak batu,
Langkahku,
Tandasku,
Menitis jejak membekas,
Semangatku,
Yakinku,
Meretas jalan meski terjal yang tak kutahu,
Namun, jika rintik itu ingin hapus pelangiku,
Hingga aku sadar menapaki batu-batu..?
Bilakah begitu?
Lanjut Ke >>>BAG IV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar