Senin, 30 September 2013

BAG VII

Membuat seribu kata yang tak kaupahami menjadikanku yakin cintaku masih,

Aku lebih takut jika kautahu aku benar-benar mencintaimu dan kau beralih,
Bahkan mentari yang kutatap tak pernah mampu berdalih,
Bukankah kautahu itu, kasih?





***********************************************************************************

Duduk di seberang, menatap rembualan dan calon pagi yang saling membelai, entah kerinduan apa, mungkin bumi yang mempersatukan, tapi aku tak begitu mesra malam ini, kusangka mereka beradu tentang ketulusan, kukira mereka berebut masing-masing dirinya, “aku mesra kan?”, mereka merebutkanku dengan pertanyaan.

“Pagi yang kujanjikan semalam berselingkuh dengan mentari, mereka benar-benar romantis, menghujaniku bunga api tersundut mega, hampir berjelaga dan asap-asap berubah embun, mereka berebut cahaya, juga masing-masing dirinya, “apakah aku indah?”, aku tak pernah berpendapat atas pertanyaan itu.”

“Mereka bercinta di sana, sedang di sini langitku menangis, hingga embun pun terkikis.”

“Kurasakan mereka sedang menanti tangis menderaikan hasrat, tapi tatapan tajam itu tak mungkin lumer menjadi air mata, meskipun hujan menepis embun seperti langitmu, bukankah mereka larut dalam asmara cahaya?, aku tak tega mengusiknya sekalipun dengan pelangiku.”


 
Menyapa handuk-handuk yang basah di hilir sungai tubuhku,
Kausedang mengaduk-aduk cangkir uap dan aroma hitam yang baru,
Tak lama sekian pagi setelah mengamini doaku,
Kaubersandar di pundakku menyambut pagi hingga senja beradu



 
Entah malam keberapa aku tetap membicarakan malam, entah rindu yang bagaimana aku tetap merindu, entah cinta yang seperti apa aku tetap merapal cinta,
Entahlah..,
Entah kesekian yang entah..


 




Ingin berlari menjauhi tangkapku mengadulah tentang rasa sakit yang kautakutkan,. Maka mengerti rasa sakitku yang tak tertahan. Aku tak mau menjadi matahari, api, bara, cahaya, nyala, panas. Yang menyakitimu menyakitkan..



 

Tidak ada komentar: